Webinar Bawaslu Purbalingga, Dosen FISIP Peringatkan Soal Politik Uang dalam Pemilu

Politik uang merupakan permasalahan yang masih berlangsung dalam demokrasi elektoral di Indonesia. Sebagai jenis politik kotor, politik uang seakan tak ada matinya. Dari waktu ke waktu terus mencemari pelaksanaan pemilu di Indonesia. Bahkan kini Indonesia berada pada peringkat terbesar ketiga dunia untuk politik uang.

“Pasarnya memang ada,” ujar Ahmad Sabiq, Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman dalam Webinar “Membangun Partisipasi Masyarakat dalam Mencegah Politik Uang” yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Purbalingga, Jumat (8/10) lalu.  

Ia menjelaskan bahwa dari sisi penawaran dan permintaan tak bisa dipungkiri terdapat  kontestan pembeli  suara dan pemilih penjual suara. Selain itu terdapat celah hukum (loopholes) yang membuat regulasi tak sepenuhnya mampu mengatasi praktik politik uang. Pandangan ini diperkuat oleh Sri Wahyu Anandianingsih, Komisoner Bawaslu Jawa Tengah. Ia menyampaikan sejumlah data mengenai minimnya kasus politik uang yang bisa lanjut sampai ke pengadilan. Diantara sebabnya adalah kendala pembuktian hukum.

Sabiq memberikan usulan, bila regulasi tak cukup bisa diharapkan untuk memutus praktek politik uang sementara para kandidat menganggap politik uang sebagai suatu keharusan untuk mengamankan kemenangan, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah mengedukasi pemilih. Para pemilih perlu diedukasi agar jangan toleran terhadap politik uang. Sehingga terbangun kesadaran bahwa politik uang bukanlah hal yang wajar namun suatu hal yang harus dinistakan. Pesan–pesan yang masih permisif terhadap politik uang mestilah diganti. Segenap elemen masyarakat perlu dilibatkan untuk menumbuhkan kesadaran anti politik uang dengan menggunakan metode dan media yang lebih kreatif dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Salam FISP! Salam solidaritas!