Seminar Nasional “West Papua, Melanesian Spearhead Group dan Politik Luar Negeri Indonesia”

     Soedirman Center for Global Studies (SCGS) Hubungan Internasional Unsoed menggelar seminar nasional bertajuk “West Papua, Melanesian Spearhead Group dan Politik Luar Negeri Indonesia” pada hari Selasa, 15 Mei 2018. Acara yang diadakan pukul 09.00 – 13.00 WIB ini mengusung diskusi mengenai peran dan arah kebijakan luar negeri Indonesia dalam sub-kawasan pasifik, terutama terhadap Melanesian Spearhead Group (MSG) terkait posisinya mengenai isu Papua Barat. Nurul Azizzah Zayzda selaku moderator memandu diskusi yang mendatangkan tiga pembicara; Rossy Verona selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementrian Luar Negeri, Andre Omar Siregar sebagai Direktur Kerjasama Intrakawasan dan Antar Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementrian Luar Negeri, beserta Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman, Sri Wijayanti.       Seminar nasional ini dimulai dengan sambutan yang dibawakan oleh Dekan FISIP Unsoed, Bapak Djarot Santoso yang mengingatkan peserta akan pentingnya wilayah Papua Barat yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan karenanya perlu dijaga agar tidak jatuh kedalam belenggu pihak asing. Tidak lupa dalam kesempatan kali ini, panitia mengajak segenap hadirin untuk sejenak mengheningkan cipta dan memanjaatkan doa bagi para korban peledakan bom yang terjadi di berbagai tempat dalam beberapa hari terakhir. Sebelum materi diskusi disampaikan, pihak Kementrian Luar Negeri mengadakan kuis ringan dengan berbagai hadiah suvenir bagi para mahasiswa yang hadir untuk mencairkan dan menghangatkan suasana diskusi. Diskusi kemudian dibuka dengan pemaparan oleh Ibu Rossy Verona yang menjelaskan mengenai tugas-tugas seorang diplomat, termasuk promoting, protecting, representing, reporting. Diplomat dapat diibaratkan sebagai petugas “marketing” dimana perannta adalah menjual dan menawarkan “produk-produk” Indonesia ke luar negeri dengan mengutaman prioritas politik luar negeri Indonesia.  Salah satu area “marketing” indonesia adalah kawasan pasifik, yang berisi negara-negara kecil dengan populasi sedikit. Di kawasan ini terdapat perusahaan-perusahaan Indonesia, namun masih kecil. Yang ingin dijelaskan Indonesia adalah bahwa mereka (pasifik) memiliki sumber daya melimpah, sehingga harus dapat dimanfaatkan. Disini Indonesia dapat memberikan manfaat teknologi dalam pengolahan sumber daya tersebut.      

Berbicara mengenai kawasan pasifik, Bapak Andre Omar Siregar memaparkan peran Indonesia dalam kawasan pasifik, termasuk mendorong terbentuknya kerjasama Indo-Pasifik. Indonesia, sebagai negara yang cukup besar dan semakin berpengaruh, harus berhadapan dengan negara-negara dari kawasan lain–negara-negara besar–yang berniat melakukan ekspansi secara ekonomi dan pengaruh tertutama di kawasan-kawasan sekitar Indonesia. Melihat peningkatan peran Indonesia, maka negara-negara lain pun bersaing untuk masuk dan memberikan pengaruh pada negara-negara kecil di sekitar Pasifik. Negara-negara Melanesia membutuhkan bantuan, tapi mereka enggan meminta bantuan kepada negara-negara besar seperti Australia yang mengajukan banyak persyaratan. Indonesia kemudian berpeluang untuk menjadi big brother dari negara-negara Melanesia; sebagai “tetangga” yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk membantu sub-kawasan ini. Namun, Indonesia harus dapat memilah dan membatasi agar kerjasama tidak merugikan, terutama terkait dengan isu separatisme Papua Barat. Jangan membiarkan satu kelompok kecil memberikan tekanan kepada Indonesia untuk memperbolehkan separatisme. Apalagi, negara atau kelompok yang mendukung separatisme ini sebenarnya tidak pada posisi dimana mereka dapat membantu diri mereka sendiri, apalagi negara lain, termasuk negara baru yang muncul akibat dari separatisme.          Berbeda dengan kedua pembicara yang menyampaikan pemaparan dari sudut pandang Indonesia, Ibu Sri Wijayanti melihat isu Papua Barat dari sudut pandang Melanesia Spearhead Group yang dikupas melalui kacamata konstruktivisme. Pada sesi ini diterangkan bagaimana ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) melakukan perjuangan melalui MSGdengan statusnya sebagai observer MSG. Diterimanya kelompok ini sebagai observer dapat dlihat sebagai semacam pengakuan dari MSG kepada gerakan separatis Papua Barat. MSG inilah yang kemudian memiliki peranan untuk mengajukan isu-isu HAM di Papua Barat dalam forum internasional seperti sidang PBB. Yang perlu dilihat lebih lanjut adalah bagaimana MSG kemudian melihat kelompok ULMWP ini kedepannya; apakah sebagai kawan maupun lawan. Baik dilihat dalam konteks identitas maupun norma, MSG memandang bahwa Papua Barat bebas mendapatkan kemerdekaan karena Papua Barat adalah bagian dari Melanesia (alih-alih Indonesia). Apalagi MSG juga meyakini bahwa pelanggaran-pelanggaran HAM memang terjadi di wilayah ini, Maka disini dapat disimpulkan bahwa MSG mengakui dan merangkul ULMWP sebagai saudara di wilayah Pasifik.         Dengan dikemukakannya materi dari berbagai kajian dan sudut pandang, acara diskusi berlangsung dengan sangat dinamis, dimana mahasiswa peserta berebut untuk mengajukan berbagai pertanyaan dan mengemukakan pendapatnya. Terlebih peserta tidak hanya datang dari kalangan HI Unsoed, namun juga dari mahasiswa Universitas Peradaban dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Pemikiran-pemikiran dari mahasiswa asal Papua sendiri menambah masukan yang dinamis dan berimbang bagi diskusi pada seminar nasional ini. Melalui acara ini, diharapkan kajian-kajian mengenai Asia-Pasifik dan kebijakan luar negeri Indonesia dapat terus berkembang, melihat antusiasme dan peran aktif yang ditunjukkan oleh para mahasiswa. Semoga dengan terselenggaranya acara ini, kualitas akademisi HI semakin meningkat dan kesatuan NKRI tetap terjaga!