Reboan FISIP : Dunia Cyber dalam Studi Hubungan Internasional

Forum diskusi dosen FISIP kembali mengadakan kajian rutin yang diselenggarakan di Magister Administrasi Publik. Dalam kajian kali ini, kesempatan diberikan kepada Dr. Agus Haryanto dari Jurusan Hubungan Internasional yang mengangkat tema “Dunia Cyber dalam Studi Hubungan Internasional”.

Dalam pemaparannya, Rabu, 19 Oktober 2016,  Dr. Agus Haryanto menggambarkan fenomena manusia menciptakan ruang baru, yaitu dunia cyber. Pada awalnya, di dunia cyber sering dianggap sebagai low politics, namun kini dianggap sebagai high politics.

Sebagai gambaran, pada tahun 1993, ada sekitar 50 situs di dunia, lalu pada akhir dekade, jumlahnya telah melampaui 5 juta. Sementara itu, pada tahun 2010, pengguna internet di Cina mencapai hampir 400 juta pengguna. Fakta lainnya, komunikasi bandwidth berkembang pesat, dan biaya komunikasi terus turun. Pada tahun 1980, panggilan telepon melalui kawat tembaga bisa membawa satu halaman informasi per detik; hari ini serat optik dapat mengirimkan 90.000 volume dalam satu detik. Pada tahun 1980, sebuah gigabyte penyimpanan menempati ruang; sekarang 200 gigabyte penyimpanan dapat disimpan di saku.

Apa Maknanya bagi ilmu Sosial? terutama Hubungan Internasional?

Saat ini, Kedaulatan negara tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia cyber. Beberapa negara mulai mengatur bagaimana perilaku warga negaranya di dunia maya, dan negara pun memiliki arena baru untuk perang di dunia cyber. Kemudian, konsep keamanan dalam studi Hubungan Internasional juga berubah, dimana keamanan negara dan warganya tidak hanya di dunia nyata saja, tetapi juga di dunia cyber.

Selanjutnya, terjadi hubungan asimetris dalam pergaulan internasional. Saat ini, sebuah negara dapat memiliki konflik dengan perusahaan karena persoalan cyber. Dalam hal ini, Dr. Agus Haryanto mencontohkan kasus pemblokiran google di Cina 2010 yang melibatkan pemerintah AS. Dalam dunia cyber, saat ini seorang pribadi dapat menggangu hubungan antar negara, bahkan juga dapat menjadi ancaman bagi dunia internasional. Sebagai contoh Irhabi 007, seorang aktivis cyber yang mendukung Al Qaeda diburu oleh beberapa negara.

Dalam penutupnya, Dr. Agus Haryanto menggaris bawahi perkembangan studi HI ke depan yang dikarenakan berkembangnya dunia Cyber. Pertama, Studi Hubungan Internasional memerlukan pemahaman dari ilmu lain, seperti Sosiologi dan Politik untuk memahami perilaku manusia dan negara di ruang cyber. Kedua, perlu kajian lebih mendalam mengenai bagaimana membedakan hard power dan soft power dalam dunia Cyber. Ketiga, perlunya untuk mempertimbangkan kembali penggunaan level analisis dalam studi Hubungan Internasional.

Diskusi ini mendapatkan apresiasi dari peserta. Misalnya Dr. Slamet Rosyadi yang memandang dunia cyber dapat menjadi kajian multidisiplin dalam ilmu sosial karena perkembangan dunia Cyber telah mengubah banyak hal. Dalam kajian pedesaan, adanya ruang cyber memberikan kemudahan bagi aparat di pedesaan untuk saling berbagi informasi. Sementara itu, Dr. Luthfi Makhasin menyoroti bagaimana peran dunia cyber dalam demokratisasi.

Fisip Unsoed, Maju Terus Pantang  Menyerah !