Seminar Nasional Rezim Kesejahteraan dan Populisme Politik di Indonesia Akhiri Rangkaian Dies FISIP ke 33

Tema kesejahteraan, selalu menjadi komoditas politik yang menjual dalam setiap pesta demokrasi dan selalu menjadi tujuan setiap rezim yang berkuasa karena hal tersebut menjadi tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 . Dan untuk mencapainya diperlukan konsep arah pembangunan, kebijakan dan langkah serta target setiap langkah pencapaiannya. Terkait hal tersebut Kamis (16/11), bertempat di Gedung Sumardjito FISIP Unsoed menggelar Seminar Nasional yang bertema Rezim Kesejahteraan dan Populisme Politik di Indonesia. Hadir sebagai pembicara adalah sebagai keynote speaker Menteri Tenaga Kerja M. Hanif Dhakiri, S.Ag., M.Si., yang diwakili oleh Ir. Chairil Anwar, MM., Ketua Komisi I DPD RI Drs. H. Akhmad Muqowam, Prof. Dr. Purwo Santoso, MA., Guru Besar UGM., dan Seger Budiarjo., M.Si., Direktur Holding PTPN,

Dalam laporannya Ketua Panitia Ahmad Rofiq, MA., mengharapkan akan diperoleh ide-ide lintas sektor yang berkemajuan dan berkeadapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam kebijakan politik pemerintah negeri ini. Hal ini ditegaskan oleh Bupati Banyumas Ir. Achmad Husein dalam sambutanya yang menyatakan, agar dalam seminar ini diperoleh kesimpulan yang tidak mengawang-awang tetapi juga membumi, sehingga bisa diterapkan di masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kabupaten Banyumas dengan segala potensi sumder daya alam dan sumberdaya manusianya.

Seminar dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ir. Mas Yedi Sumaryadi, M.S. Disampaikan bahwa  kesenjangan ekonomi yangmenjadi akar permasalahan kesejahteraan rahyat masih menjadi permasalahan nasional dan internasional, yang hinga saat ini target yang ditetapkan dalam MDGs belum tercapai, untuk itu dalam seminar ini kita bersama-sama mencari solusi atas permasalahan utama bangsa, yaitu kemiskinan dan kesejahteraan.  “Diharapkan dari seminar ini dihasilkan teori yang tidak hanya sebatas teori sebatas di ruang diskusi, tetapi menjadi  kontribusi yang nyata untuk solusi permasalahan kesejahteraan”, tegasnya.

Chairil Anwar menyampaikan, permasalahan kesejahteraan menjadi tanggung jawab Negara, karena permasalahan kesejahteraan masyarakat sangat komplek, karena terkait ekonomi, pondidikan, pemerataan dan structural, meskipun saat ini menunjukkan pencapaian yang cukup baik, namun permasalahan kesejahteraan merupakan permasalahan yang seiring dengan perkembangan jaman dan pertambahan jumlah penduduk. “Untuk itu langkah-langkah upaya peningkatan kesejahteraan harus selalu diperbaharui termasuk standar-standar atau target pencapaiannya”, tegasnya. Achmad Muqowam menyampaikan upaya penyeselesaian permasalahan kesejahteraan dimulai dari proses politik yang adanya regulasi atau undang-undang yang memberikan solusi atas permasalahan kesejahteraan dari kelompok terkecil yaitu desa, yang menjadikan rakyat sebagai subyek uapaya mengatasi masalah kesejahteraan. 

Sebagai pembicara kedua Prof. Purwo Santoso, MA., menyampaikan Mimpi besar reformasi adalah demokrasi dan kesejahteraan, namun demikian hingga saat ini reformasi dalam posisi stagnan, demokrasi kita terjebak dalam elektoralisme. “Akademisi mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan menggerakkan stagnasi, karena kesalahan akademisi adalah berhenti berpikir untuk mengatasi stagnasi demokrasi dan reformasi dan stagnasi adalah kemunduran. Ketika kita hanya menjadi penyebar textbook yang ditulis orang asing, itu merupakan kegagalan ilmuwan berfantasi”, tegasnya. Sedangkan Seger Budihardjo menyatakan, sector pertanian dengan segala sub sektornya bisa menjadi ujung tombak upaya menangani permasalahan kesejahteraan, termasuk didalamnya sumberdaya manusia pertanian. Membangun kesejahteraan bukan hal yang mudah, perlu proses panjang baik itu proses politik maupun proses kebijakan pelaksanaannya.

FISIP Unsoed…Maju Terus Pantang Menyerah….!!!