Sekolah Tidak Bebas Dari Kekuasaan

Kekuasaan ada di mana saja dan dapat dimiliki siapa saja. Akibatnya, sekolah sebagai lembaga pendidikan pun tidak dapat terbebas dari belenggu kekuasaan. Inilah salah satu hal yang dibahas dalam bedah buku karya Nanang Martono berjudul “Sosiologi Pendidikan Michel Foucault”.

Buku karya dosen sosiologi pendidikan FISIP Unsoed tersebut dikupas di aula FISIP Unsoed Rabu (9/11) kemarin. Hadir sebagai pembahas, Doni Koesoema Dosen Universitas Multimedia Nusantara, sekaligus sebagai pakar pendidikan dan filsafat komunikasi. Bedah buku dihadiri sejumlah mahasiswa FISIP Unsoed, dosen, serta direktur penerbit Rajagrafindo Persada, Magdalena Sofian, yang menerbitkan buku tersebut.

Dalam paparannya, Nanang menjelaskan bahwa pemikiran Foucault sangat penting dalam memengaruhi serta mengkritisi praktik kekuasaan yang sangat dominan dalam pendidikan. Alumnus program doktor Universite de Lyon 2 Perancis tersebut juga menyatakan bahwa pendidikan melalui sekolah pada akhirnya hanya menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan sebagai wujud bekerjanya kekuasaan yang dimiliki banyak aktor. Penulis buku “Sekolah Bukan Penjara” tersebut mengidentifikasi beberapa aktor yang terlibat dalam praktik kekuasaan atas pendidikan, yaitu: organisasi internasional, negara atau pemerintah, kelompok kapitalis, guru, siswa, orang tua dan masyarakat.

Selain wacana kekuasaan, Nanang menjelaskan perubahan mekanisme “pendisiplinan” yang ada di sekolah. Pada mulanya penegakan disiplin dilakukan melalui hukuman fisik. Kemudian, proses ini berubah menggunakan mekanisme pendisiplinan merupakan proses membentuk individu yang taat pada norma atau aturan. Pendisiplinan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: pengamatan (pengamatan atas perilaku individu dan masyarakat), standarisasi (pembentukan norma atau aturan baku yang menjadi standar perilaku individu), dan individualisasi (penilaian atas diri individu, apakah ia termasuk dalam kelompok individu yang taat atau menyimpang).

Sementara, Doni Koesoema menjelaskan kaitan praktik kekuasaan dalam proses pendidikan karakter. Alumnus STF Driyakaya dan Universitas Gregoriana, Roma tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya praktik pendidikan karakter juga tidak bebas dari kekuasaan kelompok tertentu. Berbagai etika, standar perilaku yang baik atau yang buruk, standar moralitas, semua diciptakan kelompok tertentu dan dipaksakan untuk menjadi standar yang harus dipatuhi oleh semua orang.

Doni tidak menampik adanya standar yang bersifat relatif. Ada yang diyakini sebagai perilaku yang baik oleh seorang individu belum tentu juga menjadi standar yang baik untuk orang lain. Baik-buruk bersifat relatif. Bila relativitas tersebut tidak dikendalikan, maka yang terjadi adalah chaos atau kekacauan karena semua individu berusaha memaksakan keyakinan kebenarannya. Untuk itu, individu harus memiliki sebuah pemahaman mengapa perilaku tertentu dipandang sebagai “konsensus” yang ditaati sebagian besar individu. Individu juga perlu menyadari dampak yang ditimbulkan bila segelintir orang berusaha “menerabas” standar relatif tersebut.

Kegiatan diskusi dan bedah buku tersebut diakhiri dengan penandatangan nota kesepahaman kerja sama dalam bidang penerbitan dan percetakan buku, kegiatan kajian akademis, kegiatan pameran buku, penggunaan dan pengadaan buku. Nota kesepahaman atau MoU ditandatangi Direktur PT Rajagrafindo Persada, Magdalena Sofian, dan Dekan FISIP Unsoed, Ali Rokhman.

MoU dimaksudkan untuk memfasilitasi akademisi di lingkungan FISIP Unsoed ketika ingin menerbitkan karya ilmiahnya, terutama buku teks dan monograf. Harapannya, dalam beberapa waktu ke depan akan banyak hasil karya dosen FISIP Unsoed yang diterbitkan Rajagrafindo Persada.

Sosiologi Fisip Unsoed, Maju Terus Pantang Menyerah !